October 22nd, 2009 by admin

Makelar kasus (markus) pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, bagi Prof Jamal Wiwoho, bukan hal yang mengagetkan. Dosen Fakultas Hukum UNS, itu justru menjelaskan alur yang ada di Pengadilan Pajak.
Bagi wajib pajak yang memperoleh Surat Pemberitahuan (SPT), bila isiannya tidak cocok bisa mengajukan keberatan. Keberatan tersebut bisa diajukan oleh perseorangan, badan atau lembaga. Nantinya, akan dipertemukan antara wajib pajak dengan pegawai perpajakan.
Menurut Jamal, saat wajib pajak dengan pengawai pajak bertemu, proses negosiasi bisa dimulai. Katanya, perlu dipertanyakan mengenai orang-orang yang berada di peradilan perpajakan tersebut. Sesuai dengan aturan, mereka yang menyidangkan berasal dari orang pajak. Notabene mereka sebelumnya telah mengetahui seluk beluk mengenai masalah perpajakan.
Sebagaimana dalam perkara yang disidangkan, bila pada tingkatan pertama wajib pajak kalah, bisa mengajukan banding. Dalam UU Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dijelaskan bahwa upaya banding bisa dilakukan.
Kata Jamal, yang menjadi masalah baik hakim maupun sekretaris pengadilan pajak merupakan mantan orang pajak. Hakim pada Pengadilan Pajak, sesuai ketentuan diusulkan Menkeu Keuangan atas persetujuan MA. Hal inilah yang patut dipertanyakan. Kendati demikian ada juga wajib pajak yang memenangkan dalam sidang pengadilan pajak. ”Aturan yang ada seperti itu, hakim maupun sekretaris pengadilan pajak merupakan mantan pegawai pajak,” tutur Jamal.
Menghindari terjadinya kasus semacam Gayus Tambunan, Jamal mengusulkan adanya reformasi kelembagaan maupun adanya perubahan UU yang mengatur tata cara tersebut.
Dalam kesempatan itu, Jamal juga memaparkan data hasil banding dari Pengadilan Pajak di Jakarta.
Menyinggung soal remunerasi, Jamal sependapat dengan Taufiq. Bahwa soal remunerasi bagi pegawai, begitu diumumkan maka telah banyak pegawai pajak yang datang ke dealer mobil. ”Baru diumumkan saja, sudah banyak datang ke dealer untuk menanyakan harga mobil terbaru. Untuk itu, ada remunerasi atau tidak sebenarnya kebutuhan dan tingkat pengeluaran tetap sama,” tuturnya.
Mantan anggota KPU Kota Solo, Suharsono menilai remunerasi bukan variabel paralel, yang secara otomatis membuat markus berkurang dan praktik markus hilang. Anggota Peradi ini mengusulkan, bahwa untuk menghindari praktik markus seperti Gayus Tambunan, perlu dilakukan fungsi kontrol yang sangat jelas. Hal ini didasarkan adanya sistem peradilan perpajakan yang buruk, karena person-personnya notabene mantan pelaku perpajakan. Untuk itu, pihaknya mengusulkan agar dibangun penegakan sistem hukum yang kuat. ”Terkait markus, Peradi Solo melakukan perlawanan. Dulu ada dua orang yang tidak memiliki izin beradvokat sering mondar-mandir di pengadilan. Tapi kini, kedua orang itu sudah tidak berani lagi nonggol,” katanya.
Penataan Penggajian
Anggota Peradi lainnya, Rikawati menyatakan remunerasi terkait dengan sistem penataan penggajian. Sebenarnya, mengenai remunerasi telah dilakukan ratifikasi dengan Organisasi Buruh Internasional (ILO). ”Semangat yang didorong dengan remunerasi mengenai terciptanya good governance. Ini sebenarnya bertujuan untuk terciptanya daya tangkal,” tegasnya.
Terkait masalah korupsi yang sudah kronis, Pimpinan Redaksi Joglosemar, Anas Syahrul menyitir usulan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Bahwa perlu dilakukan adanya pembuktian terbalik. ”Sayang usulan tersebut sebelum terwujud, Gus Dur keburu diturunkan dari pemerintahan. Kalau ini dilakukan sekarang sangat pas,” tuturnya.
Prof Jamal justru sepakat dengan adanya penerapan hukuman mati bagi pelaku koruptor. Bukan sebaliknya, setelah keluar dari penjara karena melakukan korupsi justru menggelar syukuran. ”Masak pelaku teroris saja diperlakukan secara sadis, korupsi tidak. Semestinya dari ruang tahanan juga diperlakukan seperti pelaku teroris dengan borgol di kaki dan mendapatkan pengawalan seperti teroris biar malu,” ujarnya.
Katanya, bila pelaksanaan hukuman mati bagi korupsi terlaksana akan memunculkan efek jera yang luar biasa. ”10 Saja ditembak mati, pasti orang mau menjabat nggak berani melakukan korupsi,” kata Jamal.
Usulan lain, lanjutnya, perlu bertemu satu meja para tokoh nasional membicarakan masalah korupsi. Sedang Taufiq mengusulkan supaya putusan pengadilan dibacakan dan diketahui publik. Perlu juga diumumkan agar diketahui. ”Ini perlu dilakukan agar publik mengetahui. Perlu juga mencontoh China, tersangka korupsi diarak keliling menggunakan mobil,” ujarnya. [ Detail ]

Leave a Reply

Blue Captcha Image
Refresh

*