Perdagangan Bebas Rugikan Indonesia
Solo, Cybernews. Pemberlakuan China-Asean Free Trade Agreement (CAFTA) atau perdagangan bebas 2010 memiliki dampak keuntungan dan kerugian bagi kalangan pelaku usaha di Indonesia. Dengan demikian, para pelaku usaha harus bisa memanfaatkan celah supaya produknya tetap bisa bersaing dengan produk China.
Hal itulah yang diungkapkan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang UMKM dan Koperasi Sandiaga S Uno pada seminar nasional di Sido Mukti Ball Room Best Western Premier Hotel, Solo, Jumat (9/4).
Sandiaga didapuk menjadi pembicara bersama dengan pengusaha Solo Priyo Hadi Susanto, Sekretaris Program Doktor Ilmu Hukum UNS Prof Dr Jamal Wiwoho dan Dosen Fakultas Hukum UNS Pujiyono.
Seminar dengan tema “Menjawab Ancaman dan Tantangan Perdagangan Bebas China-Asean 2010” itu diselenggarakan Program Doktor Ilmu Hukum UNS dan Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS).
Menurut Sandiaga, usaha yang tidak bisa bersaing dengan produk China adalah tekstil, produk tekstil, alas kaki serta produk berbasis metal dan baja. “Pelaku usaha dengan produk seperti itu memang harus dibantu agar bisa bersaing pada perdagangan bebas ini,” tutur Sandi.
Bantuan yang bisa diberikan, imbuhnya, berupa peremajaan mesin industri, investasi dan penambahan infrastruktur yang memiliki daya saing. “Hasil produksi dari pelaku usaha ini berkurang radikal. Jumlahnya banyak. Sehingga perlu dibantu,” imbuhnya.
Di sisi lain, Sandi mengungkapkan, pemberlakuan perdagangan bebas juga memberi keuntungan bagi usaha yang bergerak di furniture dan gamelan. Menurut dia, sesuai laporan yang masuk di Kadin, permintaan produk ke luar negeri meningkat. “Untuk furniture, yang biasanya enam kontainer per bulan meningkat menjadi delapan kontainer,” jelasnya.
Sementara itu, Jamal Wiwoho menilai bahwa perjanjian CA-FTA atau perdagangan bebas lebih menguntungkan China dibanding negara-negara di Asean, termasuk Indonesia. “Jelas Indonesia dirugikan. Karena itu banyak yang pesimis. Dan, pesimis lebih disebabkan industri dalam negeri belum mantab,” terangnya.
Menurut Jamal, industri Indonesia masih dibebani berbagai masalah yang menyebabkan daya saing rendah. Diantaranya, infrastruktur yang buruk, suku bunga yang masih tinggi, kurs rupiah tidak stabil dan birokrasi yang berbelit-belit serta korup. “Semua itu menyebabkan produk Indonesia belum bisa berbicara banyak,” tandasnya. [ Detail ]
Leave a Reply