October 22nd, 2009 by admin

Terlepas dari motivasi awal yang muncul, secara kuantitas gerakan koperasi mengalami peningkatan. Secara kualitas? Memang masih banyak PR yang harus diselesaikan oleh lembaga-lembaga yang berkait dengan koperasi, termasuk pelaku usaha koperasi itu sendiri. Namun bijakkah ketika pembinaan belum maksimal, koperasi harus dibubarkan?

Koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional, masih memiliki prospek yang bagus berkait dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Tentunya persoalan ini bisa dimaksimalkan manakala pemerintah pusat hingga daerah satu kata, berupaya maksimal melakukan pembinaan untuk menciptakan proses kemandirian koperasi secara profesional.

Sampai dengan usia ke 62, sejak tanggal 12 Juli ditetapkan sebagai Hari Koperasi melalui Kongres I di Tasikmalaya pada tahun 1949, gerakan koperasi Indonesia mengalami dinamika tersendiri. Berbagai sikap pesimis dan optimis terus saja bermunculan. Ini tak terlepas dari persoalan masih banyak lembaga koperasi yang belum bisa menerapkan manajemen secara profesional. Berkait dengan ini, sebuah keharusan bagi pengurus koperasi untuk bersikap lebih profesional. Para pengurus koperasi jangan hanya menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai jabatan sampingan.

Sampai detik ini pula, tidak sedikit mereka yang menjadi pengurus koperasi tak lebih hanya sebuah jabatan sampingan saja. Karuan saja, kondisi ini menghambat laju kemandirian gerakan koperasi menuju kemandirian secara profesional. Untuk memperbaiki citra, koperasi harus kembali pada jati dirinya dengan membangun organisasi yang profesional. Hal ini sebenarnya sudah tersirat dalam nilai-nilai gerakan koperasi, yaitu persoalan kejujuran, keadilan, tanggungjawab sosial dan menolong diri sendiri.

Berkait dengan persoalan ini pengurus Dekopinda solo, Dr Jamal Wiwoho SH MH, menyatakan pendapat bahwa seiring dengan perubahan waktu, nilai-nilai yang berada di masyarakat mengalami perubahan. Kondisi ini langsung atau tidak langsung mempengaruhi persepsi anggota koperasi dan juga masyarakat koperasi mengenai perlu tidaknya koperasi dipertahankan, apalagi citra koperasi yang jauh dari yang diharapkan. Konsumerisme merupakan tantangan terbesar bagi robohnya prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dikandung dalam koperasi itu sendiri.

Selain itu, Perkembangan gerakan koperasi Indonesia sendiri mengalami pasang surut. Berangkat dari lembaga sosial masyarakat, koperasi berinteraksi dengan banyak lembaga yang ada di masyarakat Indonesia. “Kondisi ini membawa konsekuensi bahwa beberapa aspek internal dan eksternal saling berkaitan dan saling mempengaruhi, seperti misalnya sistem perekonomian yang dianut, kebijakan pemerintah yang diambil pada periode yang bersangkutan, kondisi sumber daya ekonomi dan sumber daya alam serta sumber daya manusia, budaya dan nilai-nilai sosial setempat,” ujar Jamal, yang juga sebagai pengajar di FH Universitas Negeri Solo (UNS).

Wirakoperasi atau Wirausaha
Dalam sebuah tulisannya, Susidarto menyatakan bahwa salah satu penyebab utamanya adalah absennya spirit kewirakoperasian di kalangan pengurus dan pengelola koperasi. Spirit inilah yang mesti digali dan dibumikan oleh segenap awak-awak koperasi.

Akhirnya, banyak kalangan yang menyarankan untuk memajukan gerakan koperasi di Indonesia, perlu dikembangkan spirit kewirausahaan didalamnya. Namun, yang kurang disadari ialah bahwa kewirausahaan yang dianjurkan banyak kalangan tersebut tidaklah sesuai dengan kebutuhan koperasi itu sendiri.

“Kewirausahaan yang dianut ini bersumber pada konsep ekonomi liberal yang memuja keuntungan dan uang yang sebesar-besarnya sebagai tujuan utama dan menganggap persaingan adalah jiwa dari setiap usaha, seringkali tanpa mempersoalkan cara dan etika didalamnya. Koperasi dan gerakannya tidaklah memerlukan kewirausahaan seperti itu, karena jelas semangatnya tidak sesuai,” ungkapnya.

Bagi koperasi, yang diperlukan adalah spirit kewirakoperasian, yang tujuan utamanya adalah pelayanan dan kesejahteraan bersama yang berasaskan pada kekeluargaan, kerja sama, dan kesetiakawanan. Atas dasar perbedaan pandangan hidup, keduanya memang berusaha mengembangkan kualitas pribadi pada seseorang apa yang dianggap terbaik, dan unggul.

Keduanya merupakan himpunan pribadi berkualitas, yang bertujuan mengembangkan dan memajukan usaha, berani menghadapi berbagai kesulitan dan mencari solusinya, selalu percaya dan berani hidup di atas kaki sendiri, bersedia mengambil resiko dan memikul tanggung jawab atas segenap tindakannya. Kendati demikian, ada perbedaan mendasar yang terkait dengan tujuan dan asas. Oleh karena itu, koperasi dalam arti yang sebenarnya hanya dapat berkembang dengan kewirakoperasian.

Bersamaan dengan itu, kondisi lingkungan koperasi ikut menentukan perkembangan koperasi itu sendiri. Lingkungan yang tidak ramah, yang mengganggu, apalagi yang memusuhi akan sangat menghambat perkembangan koperasi. Dalam tingkat perkembangan seperti sekarang ini, koperasi masih terlalu lemah untuk dapat mengatasi kesulitan lingkungan dengan kekuatan sendiri. Oleh karena itu, pemerintah harus banyak membantu perkembangan koperasi, terlebih bagi koperasi-koperasi yang baru saja tumbuh dan berdiri.

Ada kasus-kasus saat keterlibatan pemerintah di beberapa tempat sedemikian jauhnya, hingga koperasi dapat dikatakan sudah menjadi alat pemerintah setempat. Campur tangan yang terlalu jauh sering terjadi, dan hal itu jelas keliru dan perlu dikoreksi.

Koperasi, tetap harus tumbuh dan berkembang dari bawah ke atas (bottom up) bukan dari atas ke bawah (top down). Ia memang dibutuhkan kehadirannya oleh masyarakat. Mazhab dan paradigma yang berkembang selama ini harus segera diubah. Koperasi, bagaimanapun harus tetap berkembang mandiri, prorakyat, sementara pemerintah hanya mendorong dan memfasilitasinya.

Ketergantungan
Dinamika perkoperasian di Indonesia, memang tak terlepas dari campur tangan pemerintah. Kita bisa melihat fenomen ini semasih berjanya Koperasi Unit Desa (KUD). Pemerintah saat itu, mendorong pertumbuhan koperasi. Singkatnya, KUD banyak dimanjakan dengan berbagai fasilitas dan bantuan. Namun sedikit saja, KUD yang mampu bertahan hingga saat ini.

Ketika kejayaan KUD sirna, masyarakat berbondong-bondong banyak yang mengajukan pendirian koperasi, apalagi sewaktu ramai-ramainya bantuan kredit usaha tani (KUT). Lagi-lagi, sedikit saja koperasi berbasis KUT yang bertahan. Selebihnya entah kemana. Bahkan di Kabupaten Pandeglang sudah ada yang dibubarkan, karena sudah tidak bisa diharapkan lagi berkembang.

Dinamikan gerakan koperasi Indonesia diakui atau tidak, lebih difokuskan untuk pembangunan pada sektor marginal, seperti sektor pertanian dan sektor informal yang masih bergerak dengan fasilitas yang sangat miskin teknologi dan informasi. Koperasi termasuk alat yang paling tepat untuk memberikan kesempatan kepada sektor tradisional ini untuk berintegrasi dengan masyarakat modern. Karena pada hakikatnya koperasi adalah gerakan masyarakat, terdapat anggapan umum bahwa inisiatif tidak akan timbul jika tidak ada program khusus dari pemerintah. Karenanya, di kebanyakan negara berkembang, peranan pemerintah tampak menonjol, yang mengakibatkan ketergantungan dan kegagalan koperasi untuk mandiri.

Sebagai bagian dari sistem ekonomi, menurut Dr Jamal Wiwoho SH MH, koperasi memerlukan kesempatan untuk bekerja sebagai suatu sistem dalam rangka memberikan gerakan untuk mandiri (otonom). Prinsip otonomi sebagai pengejawantahan dari sikap mandiri suatu koperasi, merupakan hal yang mutlak diperlukan untuk perkembangan koperasi di kemudian hari. Secara tidak langsung otonomi merupakan hal yang mutlak diperlukan untuk menegakkan prinsip-prinsip koperasi, demokrasi dalam koperasi dan kemandirian dalam koperasi berikut implikasinya.

Krisis ekonomi yang berkepanjangan, secara langsung atau tidak langsung telah mempengaruhi struktur dan roda perputaran ekonomi nasional. Dapat dipastikan hampir semua sektor yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi terkena dampaknya, sehingga wajar kalau banyak pengusaha yang menutup usaha mereka. Namun sebaliknya, usaha kecil dan menengah (UKM) dan koperasi terbukti mampu untuk bertahan di tengah krisis ekonomi. “Prospek masa depan koperasi sebagai badan usaha yang diharapkan menjadi soko guru perekonomian seperti amanat konstitusi negara sangat ditentukan oleh mampu tidaknya kemandirian (otonomi) dilaksanakan untuk menjawab tantangan dan ancaman,” papar Jamal.

Masih menurut Jamal, persaingan yang semakin tajam dalam dunia usaha membuat koperasi yang tidak mandiri dihadapkan pada situasi sulit untuk berkembang. Sementara itu, untuk menyiapkan koperasi menjadi mandiri, tidak saja diperlukan aspek ekonomi-sosial, namun lebih jauh dan dalam harus mengarah pada sisi operasional koperasi itu sendiri. Dengan begitu, jelas bahwa perubahan mendasar dari sisi manajemen, khususnya antisipasi terhadap perubahan ekonomi global menuntut juga perubahan pada manajemen koperasi.

“Kunci utama mewujudkan kemandirian koperasi adalah terpilihnya pemimpin baru negeri ini yang mempunyai visi yang jelas dalam menciptakan kemandirian koperasi. Perubahan mindset pencitraan koperasi yang masih buruk dan perwujudan koperasi yang mandiri dan profesional sangat ditunggu oleh rakyat,” tegas Jamal.

Sementara itu berkait dengan gerakan koperasi Indonesia yang sudah 62 tahun, Asisten Deputi Urusan Tata Laksana Koperasi dan UKM Bidang Kelembagaan Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Nur Ediningsih mengharapkan gerakan koperasi Indonesia akan tumbuh lebih baik. “Yang jelas melalui hari jadi koperasi yang ke-62 ini kita harapkan koperasi akan tumbuh lebih baik karena dari segi kualitas saat ini masih kurang baik, meskipun dari segi kuantitas sudah banyak masyarakat yang membentuk koperasi,” katanya.

Menurut dia, dalam usianya yang ke-62 tahun ini banyak koperasi yang belum berperingkat baik dan belum berdisiplin khususnya dalam melaksanakan Rapat Anggota Tahunan (RAT) sekali setahun.

“Hanya 40 persen dari koperasi kita yang aktif saat ini,” katanya.

Pada akhir 2008, tercatat sebanyak 155.000 koperasi ada di Indonesia dengan demikian hanya 62.000 koperasi yang aktif.

Oleh karena itu, peringatan Harkop tahun ini pada dasarnya masih menyisakan banyak pekerjaan rumah termasuk bagi Kemenkop untuk menyelesaikan target pemeringkatan koperasi.

“Dengan program pemeringkatan koperasi kita akan tahu bagaimana sebetulnya kualitas koperasi kita. Tahun ini, kita targetkan mampu memperingkatkan 11.000 koperasi,” katanya.

Dengan demikian akan ada 53.267 koperasi yang sudah berperingkat sejak 2004 hingga 2009.

Terdeteksinya peringkat koperasi diharapkan dapat memenuhi harapan bersama yakni “Memantapkan Peran Gerakan Koperasi dalam Dinamika Perubahan Global” yang juga menjadi tema Harkop tahun ini.

Nur juga berharap peringatan Harkop dapat menjadikan gerakan koperasi sebagai organisasi masyarakat yang kokoh dan mandiri serta memenuhi fungsinya sebagai mitra pemerintah dalam membangun bangsa.

Demikian pula dengan Ketua Umum Panitia Harkop ke-62 Soeryo Bawono, dalam siaran persnya menyatakan koperasi diharapkan akan mampu berperan lebih besar lagi dimasa mendatang dalam menghadapi perubahan global yang sangat dinamis, terutama berkait dengan gerakan membangun ekonomi kerakyatan.

“Dengan semangat membangun gerakan koperasi maka berarti membangun ekonomi rakyat yang sejahtera, mandiri dan bermartabat. Koperasi yang sempat didengung-dengungkan sebagai soko guru ekonomi rakyat sudah saatnya berperan dalam dinamika global di masa mendatang,” ujar Soeryo, yang juga menjabat sebagai pimpinan harian DEKOPIN periode 2009-2014.

Apapun yang terjadi, benar apa yang dikatakan Adi Sasono, Ketua Dekopin saat diskusi panel di Dekopinda Kota Tangerang, seperti dikutip Majalah PiP No 280/Desember/TH XXIV/2006, bahwa Untuk membangun koperasi, diperlukan tiga syarat, yakni kejujuran, idealisme dan kreativitas. Menurutnya, modal utama koperasi sebenarnya bukan dana atau harta tetapi kejujuran. Keterpurukan ekonomi kita termasuk didalamnya koperasi, karena pengelolanya tidak memiliki kejujuran.

Karenanya, bukan sebuah langkah bijak ketika pembinaan dan pendidikan penanaman ideologi koperasi belum maksimal, muncul wacana pembubaran koperasi. [ Detail ]

Leave a Reply

Blue Captcha Image
Refresh

*